Arsip Artikel Keilmuan
SEBUAH GAGASAN DALAM PERKARA NAFKAH ANAK DAN PELAKSANAAN EKSEKUSINYA DI PENGADILAN AGAMA
Oleh: Epri Wahyudi[1]
[1] Hakim Pengadilan Agama Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah.
Alamat: Kantor Pengadilan Agama Kuala Kapuas, Jl. Pemuda No.KM. 5,5, No. 58. Kelurahan, Selat Hulu, Kec. Selat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah 73515
Peradilan Agama merupakan salah satu lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memiliki kewenangan untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu yang telah diatur dalam Undang-Undang, diantaranya yaitu perkara perkawinan, perkara waris, perkara wasiat, perkara hibah, perkara wakaf, perkara zakat, perkara infaq, perkara shadaqah, dan perkara ekonomi syariah. Dalam hal perkara perkawinan yang berkaitan dengan perceraian, Pengadilan Agama dapat menentukan dan membebankan nafkah anak kepada bekas suami (ayah anak) baik itu dimintakan atau tidak dimintakan oleh seorang istri pada saat proses persidangan.
Penentuan dan pembebanan nafkah anak yang biasa dinyatakan oleh Hakim Peradilan Agama adalah terkait siapa yang akan menanggung nafkah anak tersebut serta berapa besaran yang harus diberikan kepada anak setiap bulannya. Penjatuhan putusan pembebanan nafkah anak pada dasarnya harus ditujukan kepada seorang ayah. Adapun terkait besaran nafkah yang harus diberikan seorang ayah kepada anak disesuaikan dengan kemampuan ayah berdasarkan bukti-bukti yang kemudian menjadi fakta hukum yang menunjukkan kemampuan ekonomis seorang ayah pada saat pemeriksaan persidangan.
Meskipun Hakim Peradilan Agama telah menjatuhkan putusan terkait nafkah anak yang ditujukan kepada seorang ayah atau mantan suami, namun ternyata dalam pelaksanaannya masih terdapat kondisi dimana seorang ayah atau bekas suami tidak bertanggungjawab atau tidak mentaati suatu putusan yang telah dijatuhkan oleh Hakim. Terhadap kondisi tersebut, sebenarnya mantan istri dapat mengajukan permohonan eksekusi nafkah anak ke Pengadilana Agama yang telah menjatuhkan putusan, namun yang menjadi persoalan adalah apabila dimintakan eksekusi secara paksa melalui Pengadilan nilai eksekusi lebih rendah daripada biaya operasional eksekusi yang akan dikeluarkan, sehingga mantan istri lebih memilih untuk membiarkan kondisi mantan suami lepas dari tanggungjawabnya untuk memberikan nafkah kepada anaknya.
Selengkapnya KLIK DISINI